EVALUASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DI KOTA KUPANG
DOI:
https://doi.org/10.58169/jwikal.v1i2.57Keywords:
RTH, Sektor Transportasi, CO2, NOx, SOx, Strategi.Abstract
Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan luas wilayah sebesar 180,27 km². Letak Kota Kupang yang strategis, sebagai Ibukota Propinsi NTT menjadi daya tarik tersendiri bagi warga pendatang dari daerah-daerah lain. Jumlah penduduk di Kota Kupang pada tahun 2017 sebanyak 412.708 jiwa. Pertumbuhan penduduk Kota Kupang dalam waktu 8 tahun sejak tahun 2009 sekitar 121.708 jiwa atau sekitar 15.000 jiwa/tahun. Pertumbuhan penduduk di Kota Kupang memicu terjadinya peningkatan jumlah kendaraan yang berujung pada peningkatan pencemaran udara dari sektor transportasi. Sampai pada bulan Oktober tahun 2018 jumlah kendaraan di Kota Kupang tercatat sepeda motor sebanyak 25.362 unit dan mobil sebanyak 5.357 unit. Perkembangan kota dan pertumbuhan penduduk juga akan mengakibatkan konversi terhadap lahan-lahan hijau yang menyebabkan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) semakin sempit.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif untuk mengetahui luas RTH yang dapat mereduski total cemaran yang terjadi diwilayah BWK II Kota Kupang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ketersediaan RTH di Kota Kupang hanya sebesar 17,10% yang terdiri dari RTH Publik sebesar 13,11% dan RTH Privat sebesar 3,99%, total kebutuhan RTH di Kota Kupang agar dapat memenuhi syarat yang telah diatur dalam undang-undang yaitu sebesar 5408,1 Ha yang terdiri dari RTH Publik membutuhkan 6,88% atau 1241,49 Ha dan RTH Privat membutuhkan 6.00% atau 1082,7 Ha. Total emisi yang terjadi di sepanjang Jalur Hijau BWK II Kota Kupang sebesar 2727,5 Kg/Jam dan kemampuan daya serap RTH eksisting sebesar 1301,34 dan masih menyisakan sisa emisi sebesar 1426,16 Kg/jam, sehingga membutuhkan tambahan RTH sebesar 10,3Ha untuk dapat menyerap seluruh emisi yang dihasilkan dari sektor transportasi pada kawasan jalur hijau BWK II. Beberapa Strategi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan RTH di Kota Kupang adalah (1) Memadatkan RTH jalur hijau dengan cara memanfaatkan lahan kosong yang terdapat pada jalur hijau untuk menanam jenis-jenis vegetasi yang memiliki daya serap tinggi. (2) dengan menggantungkan spesies tanaman penyerap emisi pada pohon-pohon yang ada pada RTH jalur hijau dan menerapkan metode vertical garden,Roof garden dan tree adoption.
References
Buckman, H.O. dan N.C.Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.788 hal
Carr, Stephent (1992), Public Space. Cambridge University Press. Cambridge.
Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Departemen Kehutanan. Jakarta
Departemen PU. 2006. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Dirjen Penataan Ruang.
Effendi S. 2007. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau Dengan Urban Heat Island Wilayah Jabotabek [Desertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.
Foth H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Soenartono Adi Soemarto. Edisi keenam. Erlangga. Jakarta.
Grey, June W and Frederick C. Deneke. (1978). Urban Forestry. John Wiley & Sons Book Company.lnc.
Hanafiah, K.A. 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Rajawali Pers. Jakarta. 360 hal
Harris, RW, JR Clark dan NP Matheny. 1999. Arboriculture. New Jersey :Prentice Hall, Inc.
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan
Ivanastuti, D; Widiatmono, B.R, & Susanawati, L.D. (2015). Tingkat Penurunan Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Udara Ambien Menggunakan Taman Vertikal (Studi Kasus di Esa Sampoerna Center Surabaya. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 2(2): 25-31
Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara
Laurie, Michael. ( 1979). An Introduction to Landsacpe Architecture.
Mukono, (2006). Pencemaran Udara Dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Universitas Airlangga. Surabaya
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). 1997. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.
Nasrullah, N., Heny, S., Soertini, G.,Marietje W., Dan Andi, G. Penggunaan Gas NO2 berlabel 15N dalam Mengukur Absorbsi Polutan NO2 oleh Tanaman. Risalah Pertemuan ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi 1996/1997, Jakarta18-19 Februari 1997. Hal. 143-147. BadanT enaga Atom Nasional, Pusat Aplikasi Isotopdan Radiasi.
Nolasari,I.P, Syafei,A.D. 2009. Prediksi Jumlah Karbon Yang Tidak Terserap Oleh Pepohonan Akibat Penebangan Hutan Dan Emisi Kendaraan Pada Rencana Ruas Jalan Timika-Enarotali. ITS. Surabaya
Oke, T. R. 1987. Boundary Layer Climates. Routhledge. London.
Patra, A. D. (2002). Faktor Tanaman Dan Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Kemampuan Tanaman Dalam Menyerap Polutan Gas NO₂. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam.
Peraturan Pemenntah Nomor 9 Talnm 1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk TPU.
Pradiptyas, D., Assomadi, A. F., & Boedisantoso, R. (2011). Analisis Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Penyerap Emisi CO₂ di Perkotaan Menggunakan Program Stella. Jurnal Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Purnomohadi, S. 1995. Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Pengendalian Kualitas Udara di DKI Jakarta. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Rapuano, Michael, P.P. Pirone, and Brooks E. Wigginton,1964 Open Space In Urban Design, The Cleveland Development Foundation, Cleveland, Ohio. Tersedia : Hilman Firmanyah Tugas Akhir, Tahun 2008. “Kajian Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Guna Menanggulangi Pencemaran Udara Di Pusat Kota Cianjur”. Jurusan Teknik Planologi, Universitas Pasundan
Pal S. 2014. Monitoring depth of shallow atmospheric boundary layer to complement LIDAR measurements affected by partial overlap.Rem.Sens.6(1): 8468-8493
Poewadarminta W.J.S. 1986. Kamus Besar Umum Indonesia .Jakarta: Balai Pustaka.
Rahmawati, Farida. 1999. Kualitas Udara di DKI Jakarta Tahun 1997. Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia. Depok
Rushayati SB. 2012. Model kota hijau di Kabupaten Bandung Jawa Barat [Desertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Sastrawijaya, Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sinulingga, Budi. D., 2005. Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Soemirat, J, 2002. Kesehatan Lingkungan.Gadjah Mada University Press
Stull, R dan Ainslie, B. 2006. A Simple Model for Pollution Dispersion in a Convective Boundary Layer. J. Appl. Climate and Meteor. Vol. 45. No.1. hal. 1727-1743.
Sardi Duryatmo. 2008. “Para Jagoan Serap Karbondioksida”; Trubus 459.
Wisesa SPC. 1988. Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor. Bogor.
Zhongan, S., Spaargaren.,Yuanhang. 2005. Traffic and Urban Air Pollution, the Case of Xiían City, P.R.China.